Inilah
kesaksian Dr. Richard Teo Keng Siang dari Singapura:
Kesaksian
ini merupakan transkrip dari rekaman di Persekutuan Dokter Gigi Kristen pada
tanggal 24 November 2011, yaitu delapan bulan setelah Richard didiagnosis
terkena kanker paru-paru stadium 4B. Richard ingin membagi kesaksiannya dengan
anda. Kami melakukan hal ini untuk melanjutkan karyanya. Silakan baca dan
bagikan kepada teman-teman atau anggota keluarga yang lain untuk mendapatkan
manfaat dan berkat dari kesaksian ini.
Berikut
ini adalah tulisan yang dibuat dari pembicaraan Dr. Richard Teo, milyuner dan
ahli bedah kecantikan yang berusia 40 tahun dan menderita kanker paru-paru
stadium 4, yang membagikan kesaksiannya di Persekutuan Dokter Gigi Kristen. Ia
sangat senang membagikannya dengan anda juga.
Latar
Belakang
Hai,
selamat pagi bagi kalian semua. Suara saya agak serak karena habis
dikemoterapi, jadi mohon dimaklumi. Saya ingin memperkenalkan diri saya, nama
saya Richard. Saya adalah teman Danny, yang mengundang saya ke sini.
Saya
ingin mulai katakan bahwa saya adalah produk masyarakat masa kini. Perlu saya
katakan sebelumnya bahwa media mempengaruhi kita semua. Jadi, saya adalah
produk masa kini yang digambarkan media. Sejak muda, saya selalu di bawah
pengaruh dan kesan yang menyatakan bahwa untuk menjadi bahagia adalah dengan
menjadi sukses. Dan untuk menjadi sukses adalah dengan cara menjadi kaya. Maka
saya menjalani kehidupan sesuai moto ini.
Saya
berasal dari keluarga yang termasuk miskin. Pada waktu itu, saya harus bersaing
keras, apakah di bidang olah raga, pelajaran sekolah, dan kepemimpinan. Saya
menginginkan keberhasilan di semua bidang itu. Saya sudah mencapainya, tetapi
pada akhirnya saya menyadari bahwa ujung-ujungnya adalah soal uang.
Oleh
karena itu pada tahun-tahun terakhir, saya menjadi seorang trainee di bidang
penyakit mata, tetapi saya menjadi tidak sabar karena teman-teman saya sudah
buka praktek dokter swasta yang menghasilkan banyak uang. Begitulah saya,
terpuruk di dalam pelatihan. Maka saya berkata, “Cukuplah sudah, ini akan makan
waktu banyak.” Pada waktu itu, ada lonjakan di bidang dokter kecantikan. Pasti
anda tahu bahwa bidang kedokteran kecantikan mengalami puncak kejayaan pada
beberapa tahun belakangan ini, dan saya melihat banyak uang di situ. Oleh
karena itu saya mengatakan, “Lupakan saja soal keahlian dokter mata itu, saya
akan melakukan praktik dokter kecantikan. Itulah yang saya lakukan."
Kenyataannya
adalah tidak ada dokter umum rata-rata yang menjadi hebat di lingkungan sekitar
kita. Bukan mereka. Orang mengelu-elukan selebriti dan politisi yang kaya,
orang-orang yang terkenal dan kaya raya. Maka saya ingin menjadi salah satu di
antara mereka. Saya langsung terjun di bidang kedokteran kecantikan. Orang
tidak akan sudi membayar mahal ketika saya menjadi dokter pada waktu dulu. Jika
diminta bayar lebih dari SGD 30, mereka akan protes dengan berkata, “Wah dokter
ini mahal banget!” Mereka akan ribut dan tidak senang. Tetapi orang-orang yang
sama ini akan sudi membayar SGD 10,000 untuk penyedotan lemak. Maka saya
katakan, “Sudahlah, mari kita berhenti menolong orang sakit, saya akan menjadi
ahli kecantikan, yaitu dokter ahli kecantikan."
Dan
itulah yang saya lakukan: penyedotan lemak, pembesaran payudara, pembedahan
kelopak mata agar tidak sipit, sebutlah apa saja yang serupa itu, kami
melakukannya. Praktik ini menghasilkan banyak uang. Klinik saya, ketika baru
mulai, orang menunggu 1 minggu, kemudian 1 bulan, menjadi 2 bulan, lalu mereka
harus menunggu 3 bulan. Ada banyak permintaan sehingga orang-orang mengantri
untuk ditangani kecantikannya. Ah, wanita-wanita yang mengagung-agungkan
penampilan, kehidupan yang mewah!
Maka
klinik saya berkembang pesat. Saya begitu sibuk, mulai dari mempekerjakan 1
orang dokter, kemudian menjadi 2 dokter, lalu 3, kemudian 4 dokter dan terus
berlanjut. Tidak pernah cukup. Saya ingin lebih banyak, lebih banyak, dan tak
ada habisnya. Kemudian saya juga membuka praktik di Indonesia untuk menarik
para isteri-isteri di Indonesia. Kami membuka kantor perwakilan, membentuk satu
tim di sana agar menarik lebih banyak pasien dari Indonesia untuk datang.
Begitulah,
semuanya berjalan baik sekali. Sampai suatu saat tibalah waktu saya.
Sekitar
bulan Februari tahun 2011, saya katakan, “OK, saya sudah punya banyak uang,
saatnya untuk memiliki mobil Ferrari pertama saya.” Saya siap membayar mobil
itu. Datanglah mobil Ferrari saya! Saya juga mencari tanah untuk dibeli bersama
teman-teman saya. Saya punya teman, seorang bankir, yang berpenghasilan SGD 5
juta per tahun. Maka saya pikir, “Ayo, kita kerjasama. Mari kita beli tanah dan
bangun rumah-rumah kita.”
Saya
berada di puncak kejayaan, siap-siap untuk menikmati. Pada saat yang sama,
teman saya Danny sedang mengalami kebangunan rohani. Mereka, teman-teman dekat
saya, kembali ke gereja. Mereka berkata, “Ayo, Richard, bergabunglah
dengan kami, kembalilah ke gereja.”
Saya
sudah menjadi orang Kristen selama 20 tahun, saya dibaptis 20 tahun lalu,
tetapi hal itu terjadi karena saya ikut-ikutan saja menjadi orang Kristen. Pada
waktu itu semua teman-teman saya menjadi orang Kristen. Saya dibaptis karena
ikut-ikutan, sehingga kalau saya mengisi formulir saya dapat mengisi
“Kristen” di situ, supaya saya merasa nyaman. Sesungguhnya, saya tidak punya
Alkitab, dan saya tidak tahu Alkitab itu isinya apa.
Saya
pergi ke gereja hanya sebentar, setelah beberapa lama, saya menjadi bosan. Saya
katakan, “Lebih enak pergi ke NUS (Universitas Nasional Singapura), dan
berhenti ke gereja. Saya mendapatkan lebih banyak untuk dikejar di NUS:
cewek-cewek, pelajaran kuliah, olah raga dan lain-lain. Saya mendapatkan itu
semua tanpa Tuhan, sehingga buat apa Tuhan? Saya sendiri dapat mencapai
segalanya tanpa Tuhan.
Dalam keangkuhan
saya, saya katakan kepada mereka, “Tahu tidak? Coba katakan kepada pendetamu
untuk mengganti jam ibadah menjadi jam 2 siang, maka saya mungkin akan datang
ke gereja.” Betapa sombongnya saya! Dan saya katakan satu pernyataan lagi,
tanpa saya sesali perkataan itu, saya katakan kepada Danny dan teman-teman saya
yang lain, “Jika Tuhan sungguh-sungguh ingin saya kembali datang ke gereja, Dia
harus memberikan satu tanda.” Astaga, tiga minggu kemudian, saya kembali ke
gereja.
Diagnosis
Pada
bulan Maret 2011, tanpa diduga, pada waktu itu saya masih suka keluyuran karena
saya tergila-gila pada gym dan selalu latihan gym, lari, atau berenang enam
hari seminggu. Saya merasa sakit punggung dan itulah yang saya rasakan, tapi
keadaan itu berlangsung terus. Oleh karena itu saya memeriksakan diri dengan
MRI. Pada hari sebelum saya di-scan, saya masih pergi ke gym, mengangkat beban
berat, jongkok bangun. Pada keesokan harinya, yaitu pada hari scan MRI, mereka
menemukan bahwa setengah tulang belakang saya kosong. Saya bertanya, “Wah, ada
apa?”
Pada
keesokan harinya saya di-scan PET, yaitu teknologi deteksi kanker yang paling
canggih saat ini, dan mereka menemukan bahwa saya telah terkena kanker
paru-paru mematikan, stadium 4B. Kanker itu telah menyebar ke otak, separuh
tulang belakang, dan seluruh paru-paru saya sudah dipenuhi dengan tumor. Saya
hanya dapat katakan, “Mana mungkin. Saya baru saja dari gym kemarin malam, apa
yang terjadi?” Saya yakin anda tahu bagaimana perasaan saya – meskipun saya
tidak yakin apakah anda sungguh-sungguh mengerti perasaan saya. Baru saja saya
ada di puncak, keesokan harinya kabar buruk itu datang dan saya sungguh-sungguh
terpuruk. Dunia saya jungkir balik.
Saya
tidak dapat menerima kenyataan itu. Saya mempunyai seratusan saudara dari pihak
ayah dan ibu. Dari seratus saudara itu tidak ada seorangpun yang terkena
kanker. Bagi saya, dalam pikiran saya, saya memiliki gen yang baik. Saya
seharusnya tidak mendapatkan penyakit mematikan ini. Beberapa diantara
saudara saya adalah perokok berat, tetapi kenapa saya yang terkena kanker
paru-paru? Saya menyangkali kenyataan ini.
Pertemuan
dengan Tuhan
Oleh
karena itu keesokan harinya, saya masih tidak menerima apa yang sedang terjadi.
Saat itu saya sedang terbaring di meja operasi untuk di-biopsy untuk
pemeriksaan histologi. Setelah selesai di-biopsy saya masih berbaring di
ruangan operasi. Para dokter dan perawat sudah meninggalkan saya setelah
menyuruh saya menunggu selama 15 menit untuk pemeriksaan rongent, yaitu untuk
memastikan tidak ada pnemotorax sebagai komplikasinya.
Di
sanalah saya terbaring di meja operasi, memandang dengan tatapan kosong ke
langit-langit di dalam ruangan operasi yang dingin dan sepi. Tiba-tiba saya
mendengar ada suara di dalam hati saya. Suara itu bukan datang dari luar.
Terdengar di dalam diri saya. Suara kecil sayup-sayup ini tidak pernah
terdengar sebelumnya. Suara itu dengan jelas berkata, “Hal ini terjadi
kepadamu, pada saat kamu berada di puncak, karena itulah satu-satunya cara
supaya kamu dapat mengerti.”
Saya
berkata, “Wah, dari mana suara itu datangnya?” Anda tahu, ketika anda
berkata-kata kepada diri sendiri, anda akan katakan, “OK, kapan saya harus
meninggalkan tempat ini? Dimana saya akan makan malam setelah ini?” Anda akan
berkata dengan kata ganti orang pertama. Anda tidak akan katakan kepada diri
sendiri, “Kemana kamu harus pergi sesudah ini?” Sedangkan suara yang datang
kepada saya berbicara sebagai pihak ketiga. Suara itu berkata, “Hal ini harus
terjadi KEPADAMU, pada saat KAMU berada di puncak, karena inilah cara
satu-satunya supaya KAMU dapat mengerti.” Pada saat itu, emosi saya meledak dan
hati saya hancur dan saya menangis, sendirian di sana. Dan kemudian saya tahu,
akhirnya, apa artinya untuk mengerti bahwa itu adalah satu-satunya cara untuk
mengerti.
Karena
saya telah begitu menyombongkan diri saya sepanjang hidup saya. Saya tidak
pernah merasa membutuhkan orang lain. Saya dikaruniai talenta dan harta benda
yang saya peroleh sendiri, buat apa saya perlu orang lain lagi? Saya merasa
puas dengan diri saya sendiri sehingga tidak ada cara apapun bagi saya untuk
mencari Tuhan.
Sesungguhnya,
andaikan saja saya didiagnosa dengan sakit kanker stadium 1 atau 2, saya tentu
saja akan sibuk pergi kesana kemari mencari ahli bedah paru-paru terbaik, sehingga
sebagian paru-paru itu dapat dibuang dengan cara lobectomy, dan disertai dengan
perawatan kemoterapi untuk pencegahan penyebarannya. Kemungkinan untuk
sembuhnya sangat tinggi. Siapa pula yang perlu Allah? Tetapi saat ini saya
sudah terkena stadium 4B. Tak ada seorangpun yang dapat menolong, hanya Allah.
Serangkaian
kejadian terjadi setelah itu. Saya masih tidak percaya akan suara batin itu,
sehingga saya tidak percaya, tidak berdoa, dan tidak merespon apapun. Tidak
sama sekali. Bagi saya, mungkin saja suara itu kebetulan atau mungkin saja
suara itu suara saya sendiri. Saya tidak percaya akan suara itu.
Sesudah
itu saya dipersiapkan untuk mendapatkan kemoterapi. Saya mulai diterapi radiasi
otak seluruhnya, selama 2-3 minggu. Sementara itu itu mereka mempersiapkan saya
untuk menerima kemoterapi, diberi suplemen dan lain-olain. Salah satu obat yang
dipakai untuk kemoterapi adalah Zometa. Zometa ini dipakai untuk memperkuat
tulang. Sesudah sumsum tulang belakang saya dikeluarkan dari sel-sel kanker, maka
tulang belakang itu akan kosong, sehingga saya perlu Zometa untuk memperkuat
tulang belakang untuk menghindari dari penciutan tulang. Celakanya, salah satu
efek samping Zometa adalah bahwa zat itu dapat menyebabkan kematian
tulang rahang (osteonecresis), sehingga saya harus mencabut gigi bungsu saya.
Bertahun-tahun lalu gigi bungsu saya di sebelah atas sudah dicabut karena saat
itu gigi bungsu atas menyebabkan sakit. Karena gigi bungsu bawah tidak
menyusahkan saya, maka saya relakan saja gigi bungsu bawah itu dicabut. Oleh
karena itu Danny, dokter gigi teman saya, mencabut gigi bungsu itu.
Di
sanalah saya terbaring di kursi dokter gigi, bertanya-tanya kepada diri
sendiri, menderita semua efek samping radioterapi, dan sekarang saya harus
melewati operasi pencabutan gigi bungsu saya. Sepertinya saya belum cukup
dibiarkan menderita! Saya tanyakan kepada Danny, “Hei bro, apakah ada cara
lain? Apakah saya bisa lepas dari semua ini?” Ia katakan, “Ya, kamu bisa
berdoa.”
Saya
jawab, “Apa ruginya? Ok lah, saya berdoa!” Maka kami berdoa. Dan saya difoto
rongent gigi dulu setelah itu. Semuanya ada di sana, semua peralatan dan
semuanya. Tetapi lihatlah, hasil rongent menyatakan bahwa tidak ada gigi bungsu
di rahang bawah saya. Saya tahu bahwa kebanyakan orang memiliki 4 gigi bungsu,
mungkin beberapa orang tidak mempunyai satupun, tetapi hilangnya 1 atau gigi
bungsu, setahu saya, saya tidak yakin, hal itu jarang terjadi.
Saya masih
berkata, “Ah, peduli amat!” Bagi saya, selama saya tidak perlu mencabut gigi
itu, saya senang saja. Pada saat itu saya masih tidak percaya akan kuasa doa.
Mungkin hal itu hanya kebetulan, apa sih artinya?
Saya
melanjutkan pemeriksaan dengan dokter spesialis kanker, bertanya kepadanya,
“Berapa lama umur saya?” Dia menjawab dengan enteng, tidak lebih dari enam
bulan. “Walaupun sudah dikemoterapi?” Jika tanpa kemoterapi, hanya 3-4 bulan
saja.
Saya
tidak dapat mencerna hal itu. Sangat sulit menerima keadaan ini. Meskipun saya
telah mendapatkan radioterapi, saya bergumul setiap hari, khususnya ketika saya
bangun tidur, saya ingin keadaan ini hanya mimpi buruk saja, sehingga saya
harapkan sesudah saya bangun tidur semua itu sirna.
Ketika
saya bergumul, hari demi hari, saya semakin depresi, suatu gejala yang umum
akibat penyangkalan diri, depresi bla bla bla yang harus orang lalui. Namun
untuk satu alasan, saya tidak tahu kenapa, pada suatu hari yang khusus pada
waktu itu saya harus menemui ahli kanker. Pada sekitar jam 2 siang, saya
merasakan perasaan damai dan kelegaan yang mendadak, bahkan sebenarnya sedikit
perasaan bahagia. Perasaan itu mengalir begitu saja. Tanpa ada alasan, perasaan
itu datang sekitar jam 2 siang, pada waktu saya bersiap-siap akan pergi menemui
dokter ahli kanker saya. Oleh karena itu saya memberitahu teman-teman saya,
“Bro, saya baru saja merasa enak tiba-tiba! Saya tidak tahu kenapa, tapi
perasaan itu datang begitu saja!”
Beberapa
hari atau beberapa minggu kemudian saya baru diberitahu Danny bahwa ia telah
berpuasa selama dua hari bagi saya, dan puasanya berakhir sekitar pukul dua
siang, sehingga saya merasakan sensasi kebahagian tanpa alasan jelas. Dan saya
tidak mengetahui bahwa dia berpuasa bagi saya. Setelah dia berpuasa, saya
merasakan sensasinya.
Wah,
sepertinya hal itu masih kebetulan deh. Saya mulai percaya sedikit, tetapi
masih belum yakin benar. Ketika hari-hari berlalu, saya menyelesaikan
radioterapi, sekitar dua minggu lebih. Setelah itu saya harus bersiap untuk
kemoterapi, sehingga saya diberi kesempatan istirahat beberapa hari.
Lihatlah,
kemungkinan hidup orang-orang terkena kanker paru-paru. Kanker paru-paru
memiliki tingkat kematian tertinggi. Jika anda menambahkan tingkat kematian
akibat kanker payudara, kanker usus, kanker prostat para penderita pria di
Singapura dan digabungkan menjadi satu, semuanya itu tidak akan mengalahkan
tingkat kematian kanker paru-paru. Hal ini terjadi karena, anda bisa membedah
prostat, usus, ataupun payudara, tetapi anda tidak dapat membedah untuk
menghilangkan paru-paru anda.
Memang
ada 10% penderita kanker paru-paru yang dapat bertahan karena beberapa alasan
tertentu, karena mereka mengalami mutasi spesifik, yang disebut mutasi EFGR.
Dan mutasi itu terjadi hanya 90% di antara para wanita Asia yang tidak pernah
merokok seumur hidup mereka. Bagi saya, kesempatan mutasi itu tidak besar,
karena pertama saya adalah seorang laki-laki dan kedua saya adalah perokok demi
pergaulan. Saya merokok satu batang sehari setelah makan malam, atau pada waktu
akhir pekan ketika teman-teman menawari rokok kepada saya. Saya ini hanya
perokok ringan, namun dokter ahli kanker saya mengatakan bahwa kecil
kemungkinan mutasi ini terjadi pada saya.
Kemungkinan
saya mengalami mutasi ini sekitar 3-4%. Itulah sebabnya saya sangat dianjurkan
untuk mendapatkan kemo. Melalui doa-doa yang sungguh-sungguh dari teman-teman
seperti Danny dan orang-orang lain yang tidak saya kenal, ternyata selama saya
menantikan kemo, hasilnya saya mendapatkan positif EGFR. Saya katakan, “Wah,
kabar baik nih!” Saya senang karena saya tidak perlu melakukan kemo pada waktu
itu dan saya bisa diobati dengan tablet minum untuk mengendalikan penyakit ini.
Sesudah
dan Sebelum
Dalam
foto paru-paru saya terlihat titik-titk gelap. Setiap titik itu adalah tumor.
Di sana ada penyebaran tumor juga (metastasis). Tumor saya ada di kedua
paru-paru. Ada ribuan tumor di sana. Itulah sebabnya ahli kanker saya
meramalkan, paling lama saya bertahan 3-4 bulan. Karena mutasi EGFR ini, maka
saya mendapatkan pengobatan tablet minum. Setelah dua bulan perawatan,
saya melihat kemajuan. Saya masih katakan, “Ah, karena obatnya bagus.” Saya
tetap belum percaya kepada Tuhan. Well, teman-teman saya masih berdoa bagi saya
dan tanda-tanda tumor mulai turun, 90% tumor itu tersapu hilang selama beberapa
bulan kemudian.
Anda
tahu, bagi orang-orang yang mengetahui kedokteran, anda tahu angka-angka
statistik. Bertahan hidup satu tahun atau dua tahun, dan pengetahuan ini tidak
enak. Karena anda tahu bahwa sel-sel kanker itu tidak stabil, mereka selalu
bermutasi. Mereka bisa mengalahkan dan tahan terhadap pengobatan, dan akhirnya
anda kehabisan jenis obat yang dapat mengatasi kanker itu.
Oleh
karena itu hidup seperti ini merupakan pergulatan mental yang sangat berat,
siksaan yang berat. Menderita kanker bukan hanya persoalan fisik, tetapi ada
siksaan mental yang berat. Bagaimana anda bisa hidup tanpa harapan? Bagaimana
anda hidup tanpa dapat merencanakan untuk tahun-tahun ke depan? Para ahli
kanker hanya bisa memastikan umur penderita sampai 1 atau 2 bulan ke depan.
Saya hanya bisa bergumul untuk dapat hidup selama bulan Maret atau April 2011.
Bulan April adalah titik terendah dalam kehidupan saya, saya ada dalam depresi
yang paling dalam, berjuang dan bergumul untuk pulih.
Menerima
Tuhan dan Damai Sejahtera
Pada
hari-hari itu, ketika saya ada di tempat tidur, sedang bergumul pada siang
hari, saya bertanya kepada Tuhan, “Kenapa? Kenapa saya harus melewati
penderitaan ini? Kenapa saya harus bertahan melalui kesengsaraan ini? Kenapa
saya?”
Ketika
saya tertidur, dalam keadaan antara mimpi dan sadar, datanglah sebuah
penglihatan, yang mengatakan Ibrani 12:7-8.
Perhatikanlah
bahwa sampai saat itu, saya tidak pernah membaca Alkitab. Saya tidak tahu
apakah itu Ibrani. Saya tidak tahu ada berapa bab dalam kitab Ibrani. Tak tahu
apa-apa. Tetapi penglihatan itu mengatakan Ibrani 12:7-8 dengan sangat
jelas.
Saya
tidak terlalu memikirkannya saat itu. Saya terus tidur saja. Kemudian saya
bangun dan berkata, “Apa sih ruginya? Saya akan periksa lah!” Danny sudah
membelikan saya sebuah Alkitab, masih baru. Saya katakan, “OK, kita coba ya.”
Saya buka bagian Perjanjian Lama. Ibrani itu kedengarannya seperti kuno,
seharusnya ada di Perjanjian Lama ya? Saya jelajahi Perjanjian Lama. Tidak ada
Ibrani di situ. Saya kecewa.
Kemudian
saya berkata, “Mungkin ada di Perjanjian Baru. Mari kita lihat!” Wow, di
Perjanjian Baru, ada Ibrani lho! Kitab Ibrani 12:7-8 katakan, "Jika kamu
harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Dimanakah
terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? Tetapi, jikalau kamu bebas dari
ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi
anak-anak gampang.”
Saya
berkata, “Wah, dari mana kata-kata ini?” Saya merasa merinding di sekujur tubuh
saya. Saya katakan lagi, “Mana bisa, ya?” Maksud saya, mana mungkin orang
yang tidak pernah membaca Alkitab, mempunyai penglihatan tentang pasal dan ayat
tertentu, yang menjawab secara langsung pertanyaan saya?
Saya
pikir Allah memanggil saya secara langsung ketika saya terbaring tidur,
bergumul dengan penyakit saya, dan bertanya kepada Allah, “Kenapa saya harus
menderita? Kenapa saya harus menderita penyakit ini?” Dan Allah berkata,
“Tanggunglah penderitaan sebagai hajaran karena Allah memperlakukan kamu
sebagai seorang anak.”
Pada saat
itu, kemungkinan hal ini terjadi bahkan lebih kecil dari kemungkinan saya
mendapatkan mutasi EGFR yang positif. Tidak ada kebetulan, karena di sana ada
begitu banyak ribuan atau jutaan ayat di dalam Alkitab, bagaimana saya temukan
ayat-ayat Ibrani itu?
Oleh
karenanya saya percaya dan berkata, “Engkau menang! Engkau menang, ya Tuhan!”
OK, saya
sudah dapat diyakinkan. Dan sejak hari itu seterusnya saya mulai percaya kepada
Tuhan saya. Dan saat terakhir saya mendengar suara batin itu adalah pada akhir
April 2011. Suara batin di dalam diri saya pada waktu di ruang operasi dan
suara pada siang hari itu ketika saya tidur itu sama. Suara itu selanjutnya
berkata, “Tolonglah orang-orang lain yang ada dalam penderitaan.”
Suara itu
lebih terdengar sebagai sebuah perintah, daripada sekedar pernyataan. Dan
begitulah yang saya lakukan dalam perjalanan ini, menolong orang-orang lain
dalam penderitaan. Saya menyadari bahwa penderitaan ini bukan hanya masalah
kemiskinan. Faktanya, saya pikir banyak orang miskin mungkin lebih berbahagia
dibandingkan kita yang ada di sini. Mereka begitu mudah bersyukur dengan apa
yang mereka miliki, mereka mungkin sangat bahagia.
Penderitaan
dapat terjadi pada orang-orang kaya. Penderitaan itu bisa berupa penderitaan
fisik, penderitaan mental, penderitaan sosial dan sebagainya. Selama beberapa
bulan ini, saya mulai mengerti apa artinya sukacita sejati itu. Pada waktu
lampau, saya menukarkan sukacita sejati itu dengan mengejar harta kekayaan.
Saya pikir sukacita sejati itu dapat diperoleh dengan mengejar kekayaan.
Mengapa? Selama saya menderita di ranjang kematian saya, saya tidak menemukan
sukacita apapun pada segala benda yang saya miliki – Ferrari saya, tanah saya
yang akan saya bangun menjadi bungalow dan lain-lain atau pada keberhasilan
bisnis saya.
Semua itu
memberi kenyamanan yang KOSONG, sukacita KOSONG, tidak ada apa-apa. Apakah anda
pikir saya dapat mengandalkan sukacita saya pada sekeping logam dan memberi
saya sukacita sejati? Nah, hal itu tidak mungkin terjadi.
Sukacita
sejati datangnya dari interaksi dengan orang-orang lain. Dan banyak kali,
sukacita itu datang dalam bentuk kesombongan sesaat. Pada waktu lampau, pada
saat anda mengejar kekayaan, pada hari Tahun Baru Imlek adalah waktu yang
paling tepat untuk mendapatkan sukacita sesaat. Saat itu saya mengendarai
Ferrari, berlagak show off, memamerkan mobil mewah saya kepada saudara-saudara,
teman-teman, berkeliling ke sana kemari, sambil berpikir bahwa itu adalah
sukacita sejati.
Anda
mungkin kira bahwa orang-orang yang melihat anda mengendarai Ferrari akan
merasa sukacita bersama anda? Apakah saudara-saudara anda berbagi kesenangan
bersama anda ketika anda naik Ferrari? Sebenarnya, apa yang anda kerjakan itu
hanya menimbulkan irihati, kecemburuan dan bahkan kebencian. Mereka tidak
merasa bahagia bersama and, dan apa yang saya rasakan hanyalah kebanggaan
sesaat. Wow, saya merasa memiliki sesuatu yang orang lain tidak punya. Dan saya
pikir itu adalah sukacita.
Itu
sebenarnya adalah kebanggaan sesaat dengan korban orang lain. Itu bukanlah
sukacita sejati. Dan saya juga tidak menemukan sukacita apapun dengan semua itu
di ranjang kematian saya. Saya menemukan sukacita sejati dari interaksi.
Selama beberapa bulan terakhir ini saya demikian terpuruk. Interaksi dengan
orang-orang yang saya kasihi, dengan teman-teman saya, saudara-saudara seiman
dalam Kristus, saudari-saudari dalam Kristus, dan dengan merekalah saya mampu
dimotivasikan, mampu diangkat. Dengan membagikan dukacita dan kebahagian anda,
itulah sukacita sejati.
Dan
tahukan apa yang membuat anda tersenyum? Sukacita sejati datangnya dari
menolong orang-orang lain yang ada dalam penderitaan, dan karena anda sudah
mengalami hal ini, anda tahu apa itu penderitaan. Sesungguhnya, ada beberapa
pasien kanker yang sering bercerita kepada saya bahwa ada orang-orang yang
dapat kepada mereka dan memberitahu, “Tetaplah bersikap positif, tetaplah
positif.” Yah, memang benar. Kalian mencoba berada seperti saya dan
menganjurkan saya untuk positif tetapi kalian tidak tahu apa yang kalian
katakan!
Namun
saya punya hak. Saya sudah mengalami apa yang mereka derita. Maka ketika saya
menemui mereka, berbagi penderitaan dengan mereka, saya menguatkan mereka. Saya
tahu karena saya sudah mengalaminya, lebih mudah dan lebih pas saya berbicara
dengan mereka.
Dan yang
paling penting, saya pikir sukacita sejati datangnya dari pengenalan pribadi
akan Allah. Bukan hanya sekedar tahu Allah. Maksud saya, anda dapat membaca
Alkitab dan mengetahui tentang Allah, tetapi mengenal Allah secara pribadi,
mempunyai hubungan pribadi dengan Allah, itulah yang paling penting. Itulah
yang saya pelajari.
Sebagai
kesimpulan, saya katakan bahwa semakin dini kita menetapkan prioritas-prioritas
dalam kehidupan kita, semakin baik hal itu. Janganlah ikuti seperti saya – saya
telah salah jalan. Saya harus mempelajarinya dengan cara yang suli8t. Saya
harus kembali kepada Allah untuk berterima kasih kepada-Nya atas kesempatan ini
karena saya telah mengalami tiga kecelakaan besar pada masa lalu saya: 3
kecelakaan mobil balap. Saya suka balap dan ngebut, tetapi agaknya saya selalu
selamat keluar dari kecelakaan itu, walaupun mobilnya sudah terbalik. Walaupun
saya dibaptis, itu hanyalah pertunjukan belaka, namun kenyataan bahwa hal ini
terjadi, hal itu memberi saya kesempatan untuk kembali kepada Allah.
Beberapa
hal yang saya pelajari:
1.Percayalah
kepada Tuhan Allahmu dengan segenap hati – ini begitu penting.
2.
Kasihilah dan layanilah orang-orang lain, bukan hanya diri kita sendiri.
Tidak ada
salahnya menjadi kaya atau memiliki kekayaan. Tidak salah karena Allah telah
memberikan berkat-Nya. Banyak orang diberkati dengan kekayaan, tetapi
masalahnya saya pikir bahwa banyak di antara kita tidak sanggup menanganinya.
Makin banyak kita memiliki harta, makin banyak kita mengingini. Saya sudah
mengalaminya, sehingga semakin dalam kita menggali harta, semakin dalam kita
terjerumus ke dalamnya, sehingga kita menyembah kekayaan dan kehilangan fokus
penyembahan yang benar. Bukannya menyembah Allah, kita menyembah kekayaan.
Itulah kecenderungan manusia. Sukarlah keluar dari keadaan itu.
Kita
semua yang ada disini adalah para profesional, dan ketika kita buka praktik dokter
swasta, kita mulai menimbun kekayaan. Menurut saya, ketika kalian mulai
mendapatkan dan menimbun harta kekayaan dan ketika kesempatan itu datang,
ingatlah bahwa semua harta kekayaan itu bukanlah milik kita. Kita tidak
sungguh-sungguh memilikinya atau mempunyai hak atas harta kekayaan itu. Semua
itu adalah pemberian Allah kepada kita. Ingatlah bahwa lebih penting memperluas
kerajaan-Nya daripada memperluas kerajaan kita sendiri.
Saya kira
saya sudah menyampaikan semuanya, dan saya tahu bahwa kekayaan tanpa Allah itu
sia-sia. Lebih penting bagi anda untuk mengumpulkan harta di sorga. Senang
sekali berbagi dan terima kasih.
Catatan:
Dr Richard Teo akhirnya meninggal tanggal 18 Oktober 2012 di Singapura.
No comments:
Post a Comment