Yefta

Saya mengenal beberapa teman yang sempat tidak diinginkan untuk lahir. Kebanyakan alasannya adalah karena mereka hadir akibat kecelakaan dari hubungan diluar nikah, dan kedua orang tuanya tidak menginginkan kehadiran mereka karena merasa belum sanggup untuk memiliki anak. Ada yang sempat mengalami proses aborsi, tetapi ternyata Tuhan masih menghendaki mereka hidup. Tapi satu hal yang rata-rata sama, anak-anak yang tidak diinginkan ini tumbuh dengan kepahitan. Hidup mereka sulit untuk menjadi normal, dan ada  yang baru tahu belakangan karena hidupnya kacau, penuh rasa benci justru sebelum mereka mengetahui latar belakang mereka sendiri. Ada pula yang mengalami pertumbuhan tanpa mendapat kasih sayang dari orang tuanya. Mereka kerap dibanding-bandingkan dengan saudaranya yang lain, dikata-katai bodoh atau malah diberikan kepada orang lain sejak kecil. Proses menangani mereka biasanya butuh waktu lama, karena luka yang timbul sudah lama berada dalam diri mereka. Hanya beberapa dari mereka yang kemudian bisa mengampuni dan kemudian pulih dari kepahitan mereka. Sebagian lagi masih dalam proses, dan ada pula yang belum bisa lepas dari kepahitan mereka.

Apa yang menjadi kisah masa lalunya pernah pula dialami oleh seorang tokoh dalam Alkitab bernama Yefta. Nama ini mungkin tidak sering kita dengar, tapi ada banyak hal yang bisa kita pelajari dari dirinya. Ia terlahir sebagai anak haram, hasil dari hubungan perzinahan sang ayah dengan seorang pelacur. Tentu tidak seorangpun ingin  dilahirkan dalam kondisi seperti itu, namun begitulah kenyataan yang harus ia terima.

Kisah Yefta dalam kitab Hakim Hakim dibuka dengan sebuah kenyataan kontras. "Adapun Yefta, orang Gilead itu, adalah seorang pahlawan yang gagah perkasa, tetapi ia anak seorang perempuan sundal; ayah Yefta ialah Gilead." (Hakim Hakim 11:1). Lihat pendahuluan kisah Yefta, menggambarkan bahwa Yefta, anak Gilead dan seorang pelacur. Kalau di jaman sekarang orang akan mengatakannya anak haram. Tetapi ia juga dikatakan terlebih dahulu sebagai pahlawan yang gagah perkasa. Kalau kita lihat dalam kitab Ibrani, penulisnya pernah pula menyinggung Yefta. "Dan apakah lagi yang harus aku sebut? Sebab aku akan kekurangan waktu, apabila aku hendak menceriterakan tentang Gideon, Barak, Simson, Yefta, Daud dan Samuel dan para nabi, yang karena iman telah menaklukkan kerajaan-kerajaan, mengamalkan kebenaran, memperoleh apa yang dijanjikan, menutup mulut singa-singa, memadamkan api yang dahsyat. Mereka telah luput dari mata pedang, telah beroleh kekuatan dalam kelemahan, telah menjadi kuat dalam peperangan dan telah memukul mundur pasukan-pasukan tentara asing." (Ibrani 11:32-34). Kita bisa lihat bahwa Yefta digolongkan ke dalam sekumpulan pahlawan/saksi iman bersama-sama dengan Daud, Samuel, Gideon, Barak dan Simson.

Mari kita lihat lebih jauh kisah hidupnya. Yefta adalah sosok "the unwanted child". Karena ia lahir dari hasil perzinahan, maka kedua orang tuanya mengusir Yefta. Pahit memang. Dia tidak meminta untuk dilahirkan. Justru ayahnya yang bersalah, tapi ia yang harus menanggung. "Katanya kepadanya: Engkau tidak mendapat milik pusaka dalam keluarga kami, sebab engkau anak dari perempuan lain." (Hakim Hakim 11:2). Maka Yefta yang sudah terlahir dalam kondisi tidak mengenakkan ini pun harus pula menanggung beban yang justru bukan karena kesalahannya. Ia terbuang, menanggung kebencian seisi keluarga dan masyarakat akibat perbuatan ayahnya yang harusnya tidak ditimpakan kepadanya. Tapi itulah yang terjadi. Ia dianggap tidak lebih dari sampah dan harus dibuang, hingga ia pun bergabung dengan segerombolan penjahat/perampok. (ay 3) Inilah hidup yang harus ia pikul akibat dosa ayahnya. Hidup begitu pahit, tapi sepahit apapun, ia memilih terus menjalaninya.

Pada suatu hari datanglah serangan terhadap bangsa Israel yang dilakukan oleh bani Amon. Bangsa Israel terancam lalu menjadi ketakutan. Rupanya rasa takut yang begitu besar ini membuat para tua-tua di Gilead tidak lagi punya malu untuk menjilat ludahnya sendiri. Mereka memutuskan untuk menjemput Yefta, memintanya menjadi panglima untuk memerangi bani Amon. Yefta yang pernah mereka singkirkan, kini diminta kembali untuk menjadi pemimpin mereka. Yefta bertanya: "Tetapi kata Yefta kepada para tua-tua Gilead itu: "Bukankah kamu sendiri membenci aku dan mengusir aku dari keluargaku? Mengapa kamu datang sekarang kepadaku, pada waktu kamu terdesak?" (ay 7). Dan setelah mendapat jawaban para tua-tua itu, kita pun melihat sesuatu yang menarik dilakukan Yefta, yang membawanya menjadi sosok pahlawan dengan nama harum yang dikenang sepanjang masa.
Yefta tidak jual mahal dan menggunakan kesempatan sebagai ajang balas dendam. Ia tidak berniat sedikitpun untuk menuntut balas terhadap kaumnya. Ia tidak memanfaatkan situasi untuk memukul balik para tua-tua dan rakyat Gilead. Yang ia lakukan tercatat jelas dalam Alkitab. "Maka Yefta ikut dengan para tua-tua Gilead, lalu bangsa itu mengangkat dia menjadi kepala dan panglima mereka. Tetapi Yefta membawa seluruh perkaranya itu ke hadapan TUHAN, di Mizpa." (ay 11). Perhatikan, meski hidupnya dipenuhi segudang kepahitan dan penderitaan, Yefta masih terus mengandalkan Tuhan tanpa henti. Dalam menghadapi situasi pelik dan menentukan keputusan yang harus ia ambil, Yefta memutuskan untuk membawa seluruh perkaranya ke hadapan Tuhan.

Tuhan tidak melihat latar belakang seseorang untuk bisa memakai seseorang. Yefta yang terlahir dengan latar belakang begitu buruk ternyata mendapat kemurahan Allah secara melimpah. Bahkan sempat dikatakan bahwa Yefta dihinggapi Roh Tuhan. (ay 29) Ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak memandang siapapun kita, dari mana kita berasal, apa masa lalu kita. Kepahitan Yefta bisa diubahkan Tuhan ketika ia membawa perkaranya ke hadapan Tuhan. Ia pun kemudian menjadi pahlawan Israel. Hal yang sama pun bisa terjadi pada kita jika kita memilih untuk mengutamakan Tuhan dan perintah-perintahNya lebih daripada sumber kepahitan dalam hidup ini.

Adakah diantara anda yang hari ini mengalami kepahitan hidup akibat masa lalu? Apakah anda mengalami hubungan buruk dengan seseorang begitu berat, sehingga anda tidak bisa memaafkannya? Apakah kepahitan itu melahirkan kebencian yang luar biasa dalam hati anda yang tidak lagi bisa terobati? Apakah kepahitan membuat hidup anda lumpuh? Jika ada, ambillah jalan seperti Yefta yang membawa perkara itu ke hadapan Tuhan. Firman Tuhan berkata demikian: "Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu." (1 Petrus 5:7). Bawalah perkara itu ke hadapan Tuhan. Dia mampu melarutkan itu semua ke dalam kasih karuniaNya yang sempurna dan memulihkan kepahitan hidup anda.

Seperti halnya yang terjadi pada Yefta, Roh Allah pun bisa tinggal dalam kehidupan kita. Caranya sudah diberikan dalam Kisah Para Rasul 2:38: "Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus." Roh Kudus sendiri yang akan membimbing anda untuk mampu memaafkan, terlepas dari kepahitan dan mengalami hidup yang diubahkan. Apapun yang menjadi latar belakang atau penyebabnya, seperti Yefta, anda yang mengalami hal ini pun dipanggil untuk menjadi saksi lewat pergumulan hidup anda. Yefta mampu mengatasi penderitaannya dan tumbuh menjadi terang dalam kegelapan. Ia membuktikan bahwa dengan menyerahkan perkaranya kepada Tuhan ia mampu membalas kejahatan dengan kebaikan. Apa yang ia peroleh jelas, ia mendapatkan kembali nama baiknya, nama yang harum tertulis di dalam Alkitab sepanjang jaman. Serahkan kepada Tuhan, maka sama seperti Yefta, pada suatu hari nanti anda pun bisa menjadi terang lewat kesaksian yang memberkati banyak orang.

Tuhan sanggup melarutkan kepahitan yang paling pekat sekalipun ke dalam aliran kasihNya yang sempurna

No comments:

Post a Comment