Iman yang Radikal

iman kristen yang radikal
Ayat bacaan: Daniel 3:17-18 

"Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu." 

Hari ini saya membaca sebuah artikel menarik mengenai radikal. Ada banyak orang mengaitkan kata radikal dengan isu-isu terorisme dan berbagai gerakan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang tega bertindak ekstrim, menghabisi nyawa orang lain yang tidak sejalan dengan mereka. Isu radikalisme pun kemudian bergeser maknanya untuk cenderung lebih ke arah negatif. 

Kata radikal sebenarnya berasal dari bahasa Latin yaitu 'radix' yang artinya akar pohon. Berarti radikal kurang lebih berarti sesuatu yang sampai ke akar. Dengan demikian apabila kata radikal dikaitkan dengan sifat manusia maka orang yang radikal berarti orang yang mengerti atau paham hingga ke akar-akarnya. Sebuah perubahan radikal berarti perubahan yang menyeluruh hingga menyentuh ke dasar substansi. Kata radikal yang dipergunakan menuju kepada orang-orang yang menentang sistem, tatanan hidup dan azas-azas mendasar kebangsaan yang dibangun sejak awal negara ini berdiri tidaklah salah, karena mereka memang menentang sistem, menginginkan perubahan yang mendasar berdasarkan apa yang mereka anggap sebagai kebenaran. Tetapi itu bukan berarti bahwa kata radikal harus selalu mengacu kepada makna negatif. 

Sekarang mari kita renungkan: seberapa jauh kita sanggup berjalan dengan iman? Seberapa jauh kita mau percaya dan berserah kepada Tuhan dalam menjalani hidup dan mengatasi segala permasalahan yang muncul disana? Ini sebuah pertanyaan yang mungkin terdengar klise. Jawabannya bisa sangat klise, tetapi kalau kita mau jujur, sebenarnya pertanyaan ini terbilang sulit untuk dijawab. Mungkin mudah bagi kita untuk percaya pada Tuhan ketika doa-doa kita segera dijawab, saat kita mengalami mukjizat, waktu berkat Tuhan turun atas kita, ketika kita dilepaskan dari pergumulan dan kesesakan atau pada masa-masa tenang tanpa ada kesusahan. Pertanyaannya sekarang, mampukah kita tetap memiliki kadar iman yang sama ketika kita tengah berada di jurang permasalahan yang dalam? Saat kita belum melihat satupun "tangga" yang dapat membawa kita keluar dari jurang tersebut, apakah kita tetap memiliki iman yang sama, iman yang penuh, teguh, percaya seutuhnya dan tidak kehilangan sedikitpun harapan? Di kala masalah datang mengguncang dan pertolongan tidak kunjung tiba, bisakah kita tetap mengerti bahwa apapun yang terjadi itu tidak akan merubah pandangan kita bahwa Tuhan itu baik? Kita bisa menerima yang baik, tapi siapkah kita menerima yang buruk? Mengenai hal ini, mari kita lihat kisah tiga orang berani yang punya iman luar biasa akan Tuhan: Sadrakh, Mesakh dan Abednego. 

Tersebutlah tiga pemuda yang pada suatu masa berani melawan titah raja, yang saat itu dijabat oleh raja Nebukadnezar. Pada waktu itu sang raja baru saja membuat patung emas dengan tinggi enam puluh hasta dan lebar enam hasta atau kurang lebih sekitar 27 x 3 m dan begitu selesai ia memerintahkan seluruh bangsa, suku dan bahasa untuk menyembah patung tersebut atau kalau menolak, hukuman mati pun akan datang menimpa. Mendengar perintah tersebut, bangsa-bangsa pun segera sujud menyembah patung itu agar raja tidak sampai menghukum mati mereka. Hukuman yang ditetapkan bagi pembangkang memang tidak main-main. "dan bahwa siapa yang tidak sujud menyembah, akan dicampakkan ke dalam perapian yang menyala-nyala." (Daniel 3:11). Membantah berarti dibakar hidup-hidup sampai mati. Sebagian besar tunduk, tetapi ternyata ada tiga orang yang berani membantah karena itu bertentangan dengan iman mereka. Tiga orang tersebut adalah Sadrakh, Mesakh dan Abednego. 

Karena berani membangkang, saat itu juga mereka ditangkap dan dibawa menghadap raja. Raja berkata: "...jika kamu tidak menyembah, kamu akan dicampakkan seketika itu juga ke dalam perapian yang menyala-nyala. Dan dewa manakah yang dapat melepaskan kamu dari dalam tanganku?" (ay 15). Secara logika itu akan segera membunuh mereka lewat cara yang menyakitkan. Tapi lihatlah apa jawaban mereka. "Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu." (ay 17-18). 

Mendengar itu, Nebukadnezar pun mengamuk. Dia memerintahkan prajuritnya untuk menyiapkan perapian tujuh kali lebih panas dari biasanya untuk membakar ketiga pemuda itu hidup-hidup. Saking panasnya, api itu bahkan membakar orang-orang yang mengangkat Sadrakh, Mesakh dan Abednego ke perapian. Orang yang masuk ke dalam tungku sepanas itu tidak akan mungkin bisa hidup. Tetapi yang terjadi selanjutnya sungguh mengagetkan. Nebukadnezar melihat langsung bahwa ketiga orang itu ternyata tidak terbakar sama sekali. Bahkan ia melihat ada "orang keempat" berjalan bebas ditengah-tengah api, dan seluruhnya tidak terbakar. (ay 25). Lalu takutlah Nebukadnezar dan segera bergegas membebaskan ketiga pemuda tadi. Bukan saja tidak terbakar sama sekali, tetapi bau hangus pun tidak ada pada mereka. (ay 27). Sang raja pun kemudian berkata "Terpujilah Allahnya Sadrakh, Mesakh dan Abednego! Ia telah mengutus malaikat-Nya dan melepaskan hamba-hamba-Nya, yang telah menaruh percaya kepada-Nya, dan melanggar titah raja, dan yang menyerahkan tubuh mereka, karena mereka tidak mau memuja dan menyembah allah manapun kecuali Allah mereka." (ay 28). 

Apa yang ditunjukkan oleh Sadrakh, Mesakh dan Abednego merupakan bentuk dari iman yang radikal. Itu bentuk iman yang tidak goyah bahkan saat ancaman begitu besar dan secara logika tidak lagi punya jalan keluar. Mereka terus memegang teguh iman mereka yang kekuatannya sampai ke akar-akarnya hingga ajal menjelang dan tidak menyerahkan iman mereka untuk ditukarkan dengan apapun, termasuk nyawa mereka. Apa yang dimiliki ketiga tokoh luar biasa ini merupakan iman yang tidak pamrih dan hanya mengharap berkat dan pertolongan Tuhan semata. 

Mari kita perhatikan sekali lagi jawaban mereka dalam ayat ke 17 dan 18: "Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu." Mereka berkata: "Kalau Allah mau melepaskan kami, Dia akan melepaskan kami. Tetapi kalaupun seandainya tidak, kami tidak akan bergeming sedikitpun dan tetap tidak akan menggadaikan Allah yang kami sembah dengan ilah-ilah lain." Apapun akhirnya, mereka bertiga percaya bahwa yang dari Tuhan tetaplah merupakan yang terbaik, dan kematian di dunia tidak akan pernah sebanding dengan kemana kita berada pada fase selanjutnya. 

Itulah bentuk dari sebuah iman yang radikal. Radikal bukan berarti bahwa kita harus memusuhi saudara-saudara kita yang tidak seiman, apalagi sampai melakukan kekerasan atau membunuh. Radikal bukanlah berarti melakukan sebuah gerakan penuh kebencian terhadap orang yang berbeda atau berseberangan pahamnya. Radikal yang saya maksudkan mengacu kepada pengertian sebenarnya, yaitu secara mendalam hingga ke akar-akarnya, bahkan melewati batas-batas logika dan kemampuan pikir manusia. 

Iman yang radikal adalah iman yang mematuhi Tuhan secara serius, bukan karena apa yang dapat Tuhan lakukan tetapi semata-mata karena kita percaya dan mengasihiNya dengan sepenuh hati. Iman bukanlah sesuatu yang cukup hanya dengan diucapkan tetapi harus pula disertai dengan perbuatan nyata. Sadrakh, Mesakh dan Abednego menunjukkan iman yang disertai perbuatan yang radikal. Mereka secara langsung mempraktekkan kekuatan iman mereka di tengah ancaman kematian yang sangat mengerikan. Tidak ada tawar menawar, berserah sepenuhnya kepada kehendak Tuhan dan bukan menurut kehendak mereka. Kalau kehendak mereka yang diutamakan, maka mereka pasti akan mencari cara agar bisa diampuni dan tidak harus dimasukkan ke dalam api yang sangat panas untuk dibakar. Tetapi mereka menyerahkan semua itu kepada Tuhan, karena mereka tahu bahwa apapun yang menjadi ujungnya, kehendak Tuhan akan tetap menjadi yang terbaik bagi mereka. 

Ketika kita dihadapkan pada sebuah persimpangan dimana iman kita harus diuji, mampukah kita memiliki keyakinan seperti mereka? Bisakah kita mendahulukan iman kita lebih dari segalanya? Cukup kuatkah iman kita saat tengah menghadapi ujian? Apakah kita menyadari betapa besarnya kasih karunia Tuhan dan anugerah keselamatanNya yang harganya jauh diatas hal lain apapun di dunia yang fana ini? Atau, siapkah kita berkorban demi iman kita akan Kristus? Hari ini, marilah kita memiliki iman radikal kepada Kristus yang membuat kita tetap percaya sepenuhnya, tidak pernah putus pengharapan dan secara penuh menyerahkan kepada keputusan Tuhan. Apa yang direncanakan Tuhan bagi setiap kita adalah rancangan damai sejahtera, bukan rancangan kecelakaan untuk memberikan hari depan yang penuh harapan. (Yeremia 29: 11). Dan ingatlah bahwa segala yang diturunkan Bapa pada kita adalah pemberian yang baik dan anugrah yang sempurna. (Yakobus 1:17). Apabila ada diantara teman-teman yang merasa belum mendapat jawaban, jangan putus asa. Tetaplah pegang janji Tuhan dengan iman penuh yang tidak berhenti pada pemenuhan atas hal-hal yang sifatnya duniawi saja. Mau ada berkat, pertolongan, mukjizat atau tidak, iman terhadap Tuhan tidak boleh goyah sedikitpun. Marilah miliki iman yang radikal terhadap Tuhan. Let's have a radical faith, leave the average or lack of faith behind. (renunganharianonline)

Iman radikal adalah mematuhi Tuhan dengan serius bukan karena apa yang dapat Dia lakukan, namun semata-mata karena mengasihi dan mempercayaiNya dengan sepenuh hati

No comments:

Post a Comment